INKUIRI MELALUI KEGIATAN LABORATORIUM DALAM PEMBELAJARAN SAINS
Sunday, August 14, 2011
Inkuiri dapat diartikan sebagai proses yang ditempuh manusia untuk mendapatkan informasi atau untuk memecahkan suatu permasalahan. Model pembelajaran inkuiri didefinisikan Piaget (Sund dan Trowbridge: 1973) sebagai pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri; dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin
menggunakan simbol-simbol dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan yang ditemukan sendiri dengan yang ditemukan orang lain.
Moh. Amien (1987) mengemukakan pada hakekatnya, kegiatan apapun yang dilakukan di laboratorium, mengelola laboratorium, khususnya guru, harus selalu memperhatikan tujuan-tujuan instruksional yang antara lain diharapkan siswa dapat : 1) Mengembangkan keterampilan dalam pengamatan, pecatatan data, pengukuran dan manipulasi alat yang diperlukan serta pembuatan alat-alat yang sederhana; 2) Bekerja dengan teliti dan cermat dalam mencatat dan menyusun laporan hasil percobaannya secara jelas dan objektif/jujur; 3) Bekerja secara teliti dan cermat serta mengenal batasbatas kemampuannya dalam pengukuran-pengukuran; 4) Mengembangkan kekuatankekuatan penalarannya secara kritis; 5) Memperdalam pengetahuan inkuiri dalam pemahaman terhadap cara pemecahan masalah; 6) Mengembangkan sikap ilmiah; 7) Memahami, memperdalam dan menghayati IPA yang dipelajarinya; 8) Dapat mendesain dan melaksanakan percobaan lebih lanjut dengan menggunakan alat dan bahan yang sederhana.
Pada tahun 1970, The Comission of Profesional Standards and Practices of National Science Teachers Associatiton di Amerika menyatakan, bahwa pengalaman siswa dalam situasi laboratorium seharusnya menjadi bagian intergral dari mata pelajaran sains (Hofstein dan Lunetta, 1982). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kegiatan laboratorium mempunyai peranan penting dalam pengajaran sains.
Romey (1978) berpendapat bahwa kegiatan laboratorium yang berorientasi sebagai sarana untuk menjelaskan keterangan guru atau buku pelajaran sangat berlawanan dengan sains sebenarnya. Sains adalah suatu ilmu pengetahuan eksperimental, observasional, dan berkiblat pada laboratorium, oleh karena itu pelajaran sains yang efektif seharusnya berpusat pada laboratorium, bukan berpusat pada buku pelajaran.
Pustaka:
Hofstein, Ari and Lunetta. Vincent N. (1982). “The Role of Laboratory in Science Teaching: Negleted Aspect of Research”. Review of Educational Research. 52(2), 201 – 207.
M. Amin, (1987), Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Dengan Menggunakan Metode “Discovery” dan “Inquiry”, Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdikbud.
Sund, R.B, dan Trowbridge, Leslie W, (1973)., Teaching Science By Inquiry In The Secondary School, Second Edition, Columbus: Charles E.Merill Publishing Company.
Dikutip dari Arief Sidarta, dalam penelitiannya tentang Model Pembelajaran Asam Basa Berbasis Inkuiri Laboratorium Sebagai Wahana Pendidikan Sains Siswa SMP
menggunakan simbol-simbol dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan yang ditemukan sendiri dengan yang ditemukan orang lain.
Moh. Amien (1987) mengemukakan pada hakekatnya, kegiatan apapun yang dilakukan di laboratorium, mengelola laboratorium, khususnya guru, harus selalu memperhatikan tujuan-tujuan instruksional yang antara lain diharapkan siswa dapat : 1) Mengembangkan keterampilan dalam pengamatan, pecatatan data, pengukuran dan manipulasi alat yang diperlukan serta pembuatan alat-alat yang sederhana; 2) Bekerja dengan teliti dan cermat dalam mencatat dan menyusun laporan hasil percobaannya secara jelas dan objektif/jujur; 3) Bekerja secara teliti dan cermat serta mengenal batasbatas kemampuannya dalam pengukuran-pengukuran; 4) Mengembangkan kekuatankekuatan penalarannya secara kritis; 5) Memperdalam pengetahuan inkuiri dalam pemahaman terhadap cara pemecahan masalah; 6) Mengembangkan sikap ilmiah; 7) Memahami, memperdalam dan menghayati IPA yang dipelajarinya; 8) Dapat mendesain dan melaksanakan percobaan lebih lanjut dengan menggunakan alat dan bahan yang sederhana.
Pada tahun 1970, The Comission of Profesional Standards and Practices of National Science Teachers Associatiton di Amerika menyatakan, bahwa pengalaman siswa dalam situasi laboratorium seharusnya menjadi bagian intergral dari mata pelajaran sains (Hofstein dan Lunetta, 1982). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kegiatan laboratorium mempunyai peranan penting dalam pengajaran sains.
Romey (1978) berpendapat bahwa kegiatan laboratorium yang berorientasi sebagai sarana untuk menjelaskan keterangan guru atau buku pelajaran sangat berlawanan dengan sains sebenarnya. Sains adalah suatu ilmu pengetahuan eksperimental, observasional, dan berkiblat pada laboratorium, oleh karena itu pelajaran sains yang efektif seharusnya berpusat pada laboratorium, bukan berpusat pada buku pelajaran.
Pustaka:
Hofstein, Ari and Lunetta. Vincent N. (1982). “The Role of Laboratory in Science Teaching: Negleted Aspect of Research”. Review of Educational Research. 52(2), 201 – 207.
M. Amin, (1987), Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Dengan Menggunakan Metode “Discovery” dan “Inquiry”, Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdikbud.
Sund, R.B, dan Trowbridge, Leslie W, (1973)., Teaching Science By Inquiry In The Secondary School, Second Edition, Columbus: Charles E.Merill Publishing Company.
Dikutip dari Arief Sidarta, dalam penelitiannya tentang Model Pembelajaran Asam Basa Berbasis Inkuiri Laboratorium Sebagai Wahana Pendidikan Sains Siswa SMP
Labels:
PENDIDIKAN