Setiap Orang Berhak Bertindak Bodoh!

Thursday, June 11, 2009 Posted by Rino Safrizal
Neuro-Linguistic Programming
Oleh: Hingdranata Nikolay

Ya! Anda tidak salah membaca judulnya. Setiap orang memang mempunyai hak untuk bertindak bodoh suatu saat atau sekali-sekali. Setiap kita akan berada pada situasi dimana kita tidak mengakses atau menggunakan sumber daya kita secara efektif, entah karena marah, frustrasi, terlalu bersemangat, terburu-buru, terlalu percaya, jatuh cinta, dan lain-lain. Ini menjadi hak semua orang karena kita tetap manusia. Yang membedakan adalah beberapa orang mengklaim hak ini sekali-sekali, beberapa 'abuse the right' atau memanfaatkan ini sebagai alasan untuk tidak membuat kemajuan atau menjadikannya sebagai kebiasaan. Dan yang membedakan pula adalah saat seseorang bertindak bodoh tersebut, bagaimana respon orang lain.
Di NLP dikenal presuposisi 'Tidak ada orang tanpa sumber daya, yang ada hanyalah situasi dimana sumber daya tersebut tidak terakses dan tidak digunakan!' dan "Pisahkan niat dari perilaku".
Tidak ada orang bodoh, yang ada hanyalah situasi dimana orang tersebut bertindak bodoh. Saat Anda mengaplikasikan presuposisi ini ke berbagai situasi Anda, maka Anda akan mengejutkan diri sendiri dengan penyesuaian berpikir dan bersikap yang bisa terjadi pada Anda dan orang di sekitar Anda! Artinya bawahan kita bukan orang tidak kompeten, tetapi ada situasi dimana mereka tidak kompeten. Pasangan kita bukan tidak menyayangi kita, hanya ada situasi dimana apa yang mereka lakukan tidak menunjukkan sayang. Anak kita bukan anak yang bandel, tapi ada situasi dimana mereka menunjukkan perilaku yang tidak sesuai harapan kita.
Walau setiap tindakan kita diawali dari niat tertentu, keterbatasan PETA REALITA kita dan efektifitas MODEL DUNIA kita di sebuah konteks akan sangat menentukan efektifitas tindakan kita dan apakah tindakan kita tersebut EKOLOGIS atau sesuai dengan konteks atau tidak. Tidak setiap niat kita dapat terfasilitasi dengan baik. Karena itu cukup sering kita menggunakan cara-cara yang salah. Saat kita distimulasi tinggi secara emosional terhadap suatu hal tertentu, misalnya, FOKUS kita menjadi sangat terbatas ke hal yang memancing emosional tersebut. Dan saat seseorang tidak mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi, FOKUS ini membuatnya mempunyai PILIHAN yang sangat terbatas. Ini membuatnya terjebak pada situasi 'tidak punya PILIHAN lain', selain yang ada di jangkauan penglihatan atau pemikirannya' . Di sini, sepintar apapun orangnya, ia bisa bertindak yang dipersepsikan bodoh. Sesayang apapun seseorang kepada pasangannya, anaknya, ia bisa bertindak yang dianggap 'menyerang' orang yang disayangi. Sepandai apapun seorang Manager dalam membuat keputusan, ia akhirnya bisa membuat keputusan yang dianggap merugikan.
Kita tetap manusia, dengan berbagai daya pikir dan sikap yang manusiawi. Setiap kita tetap berhak untuk bertindak bodoh sekali-sekali. Dan ini tidak membuat kita menjadi manusia bodoh. Saya jadi teringat kata-kata pada perjanjian hukum, seperti "perubahan atau pengecualian pada satu bagian dari perjanjian ini tidak merubah perjanjian ini secara keseluruhan" . Ini sebenarnya persis sekali dengan prinsip yang berlaku dalam observasi terhadap seseorang dan diri kita sendiri. Sebuah perilaku bodoh tidak berarti orang tersebut bodoh. Tindakan yang dianggap merugikan yang dilakukan seseorang tidak berarti secara keseluruhan orang tersebut adalah orang yang akan selalu merugikan. Kalau kita mengatakan bahwa seseorang dinilai dari apa pun yang ia lakukan dan tindakannya dapat selalu dijadikan standard penilaian, maka tidak ada seorang pun yang pantas disebut pandai, pintar, penyayang, benar, dan sejenisnya. Kita semua pernah, kadang-kadang, dan akan tetap bertindak bodoh sekali-sekali.
Sekali lagi, setiap orang berhak untuk bertindak bodoh sekali-sekali. Hanya saja, kalau tindakan bodoh tersebut dilakukan berkali-kali, itu soal lain lagi. Ada yang namanya hak, ada yang namanya penyalahgunaan hak. Karena itu saya garis bawahi kata sekali-sekali.
Lucunya, pengulangan tindakan bodoh ini kadang justru di-reinforce atau didorong oleh respon dari orang lain, yang menilai bukan dari sisi perilaku, tapi sisi niat atau identitas orangnya. Saat kita berkata pada seorang anak "Kamu anak yang cengeng", itu sebuah generalisasi, distorsi, dan FOKUS dalam sebuah kombinasi 'reinforcement' atau dorongan yang luar biasa! Dan pikirkan bedanya saat kita berkata "Yang kamu lakukan tadi adalah tindakan bodoh!". Atau saat seseorang berkata pada pasangannya, "Kamu sengaja menyakiti saya!", padahal di situasi tersebut, ia bisa menembak dengan "Yang kamu lakukan tadi menyakitkan! "
Jadi, kalau sekali-sekali Anda atau orang lain memang bertindak bodoh, teledor, ceroboh, tidak teliti, ngawur, atau apapun istilahnya, yang terpenting adalah sadar bahwa kita semua adalah manusia! Saat itu terjadi pada diri kita, secepatnya sadari niat kita sebenarnya, lalu pikirkan perilaku lain yang dapat memfasilitasi niat itu dengan lebih efektif. Saat itu orang lain bertindak bodoh? Tidak perlu menilai niat-nya. Niat tidak terlihat dan sebetulnya adalah urusan orang tersebut dengan YME. Saat itu, waktu itu, di konteks itu, ia hanya bertindak bodoh. Persis seperti kita sendiri, yang sekali-sekali juga akan bertindak bodoh.

Have a positive day!

Hingdranata Nikolay
Licensed Trainer of NLP
Design Human Engineer

Mau berpartisipasi dengan forum Inspirasi Indonesia? Klik di sini

Post a Comment

FOLLOWER